Thursday, November 21, 2013

Tajarrud (Totalitas)



*waktunya mendudukkan ruhiy... 

Tajarrud, secara harfiah berarti melepaskan, membersihkan, menguliti.

Sedangkan Tajarrud menurut syar’iy berarti menfokuskan diri hanya karena Allah, meniadakan orientasi kepada siapapun dan apapun selain-Nya. Hendaknya gerak dan diam dalam sembungi dan terang hanya dilakukan karena Allah, tidak ada intervensi nafsu, keinginan pribadi, tidak ada motivasi duniawi, kedudukan dan kekuasaan

IMAM ASY-SYAHID BERKATA: “YANG SAYA MAKSUDKAN DENGAN “TAJARRUD” IALAH SAUDARA MEMBEBASKAN DIRI DARI PRINSIP-PRINSIP DAN INDIVIDU-INDIVIDU YANG LAIN DARI FIKRAH SAUDARA, KERANA FIKRAH SAUDARA ADALAH FIKRAH YANG PALING TINGGI DAN LENGKAP".

Maka tajarrud disini tak lain dan tak bukan adalah totalitas, tidak perlu sungkan, tidak perlu malu mengakui bahwa kita seorang Muslim, sebab Islam itu mulia, syumul dan ialah jalan penyelamat.
Total tanpa "tapi" bahwa semua yang kita lakukan adalah karena Allah.

 Tajarrud memiliki beberapa aspek pembangun:

1. Mengosongkan fikroh selain dari fikroh Islam

Sebuah kisah yang luar biasa pernah ada di zaman Rasulullah tentang seorang sahabat yang memerangi kemusyrikan, sungguh kisah ini bukan dongeng atau bualan, kisah ini nyata, pernah ada.

Abu Ubaidah bin Al Jarrah, amin hadzihil-ummah- menebas kepala ayahnya sendiri di perang Badr dengan pedangnya, dan langsung jatuh di hadapannya. Sesungguhnya Abu Ubaidah tidak hendak membunuh ayahnya, ia hanya ingin membunuh kemusyrikan yang ada dalam diri ayahnya itu. Sehingga Allah swt menurunkan ayat tentang dirinya dan ayahnya, dan ayat itu terus dibaca sehingga Allah ambil kembali bumi ini dengan segala isinya: 
"kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan[1]yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung". QS. Al Mujadilah

[1] Yang dimaksud dengan pertolongan ialah kemauan bathin, kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh dan lain lain.


2. Membersihkan segala bentuk penghambaan kepada selain Allah,  

Salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang bernama Rib'i bin Amir ra. pernah memberikan kita sebuah contoh nyata tentang tajarrud, ketika itu menjelang perang Qadhisiyah (antara kaum Muslimin dan Romawi), Sa'ad bin Abi Waqosh sebagai Panglima Perang mengirimkan utusan kepada Rustum (Panglima Romawi).

Utusan itu ialah Rib'i bin Amir, yang tetap berada di atas kudanya meski sudah memasuki istana Romawi, ia tidak tunduk atau pun gentar melihat kemegahan istana dan banyaknya pasukan, bahkan ia mengikatkan kudanya pada bantal - bantal megah yang disusun indah menuju singgasana Rustum.
Pasukan Rustum yang berjaga jengah melihat keangkuhan Rib'i yang bertubuh kecil dan berpakaian lusuh, namun ia tetap percaya diri bahkan ketika turun dari kudanya Rib'i tak mau meninggalkan tombak (senjata) nya, ia malah menggunakan tombak sebagai tongkat ketika berjalan di atas permadani menuju singgasana Rustum, hingga setiap hentakan tongkat Rib'i meninggalkan bekas sobek pada permadani Rustum.

Rib'i bahkan tidak jalan membungkuk ketika mendekati singgasana, sebagaimana pasukan Rustum yang selalu berlutut jika telah dekat pada singgasananya, namun Rib'i malah mendekat dengan memunggungi (mengarahkan bokongnya) kepada Rustum.

Rustum pun berusaha menahan amarahnya dan bertanya kepada Rib'i: "Apa tujuan kalian (kaum Muslimin) datang ke wilayah ku?"

Rib'i menjawab "Kami datang kemari untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia, dan mengajak untuk menghamba kepada Allah yang Esa, dan kami mencari kematian sebagaimana kalian mencari kehidupan"

Itulah contoh tajarrud yang kemudian menghasilkan keberanian, tidak ada rasa takut kepada selain Allah

3. Menanggalkan apa saja di dalam hati dan pikiran selain kebenaran.

Tidak ada contoh perjalanan meninggalkan kampung halaman untuk mendapatkan kebenaran seperti yang dialami oleh Salman Al Farisi, yang diklaim Rasulullah saw: Salman adalah ahlul baitku. Perjalanan yang menunjukkan pengorbanan, meninggalkan kemewahan, mengerahkan semua upaya dan semangat tinggi untuk mendapatkan kebenaran. 

Dimulai dari hijrah meninggalkan negerinya di Asfahan –Persia-, mencari negeri yang masih berpegang teguh dengan ajaran Nasrani yang asli, yang tidak mengalami perubahan, sampai pada rahib terakhir, yang sebelum wafat, Salman bertanya kepadanya: seperti yang ia tanyakan pada rahib sebelumnya: Sesungguhnya engkau mengetahui tentang apa yang saya alami, kepada siapakah engkau mewasiatkan saya untuk menemuinya? Dan apa yang harus saya lakukan?

Rahib itu menjawab: Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada lagi orang yang masih berpegang teguh dengan apa yang kita lakukan, ...tetapi sudah semakin dekat waktu kehadiran Nabi di Jazirah Arab, yang diutus dengan agama Ibrahim, ia berhijrah dari kampung halamannya menuju ke tempat yang banyak pohon kurma, di antara dua bukit batu, ia memiliki beberapa ciri yang tidak sulit dikenali; ia makan hadiah tetapi tidak makan sedekah, di antara kedua tulang punggunya terdapat stempel kenabian. Maka jika kamu mampu menuju ke tempat segera lakukanlah. 

Ketika rahib itu sudah wafat, Salman tinggal di Ammuriyah beberapa waktu, sampai bertemu dengan rombongan pedagang Arab, suku Kalb. Kata Salman: Saya katakan kepada mereka: Maukan kalian mengantarkan saya ke negeri Arab, saya akan berikan sapi-sapi betina dan kambingku ini. Mereka jawab: Ya, kami antar kamu. Maka saya berikan semua itu kepadanya dan mereka membawaku. Sesampainya di lembah Qira (antara Madinah dan Syam) mereka menipuku dan menjual diriku sebagai seorang budak kepada seorang Yahudi, dan aku menjadi budaknya. Tak lama kemudian datang keponakan orang Yahudi itu dari Bani Quraidhah dan membeliku dari Yahudi tadi. Pembeli baru itu membawaku ke Yatsrib. Maka saya melihat pohon-pohon kurma yang pernah disampaikan oleh Rahib di Ammuriyah dahulu, saya kenali kota ini seperti yang diterangkannya dahulu. Saya berada di Madinah bersama Bani Quraidhah itu, dan Nabi Muhammad masih berdakwah di Makkah. Saya tidak mendengar tentang dakwah Nabi di Makkah karena kesibukanku sebagai seorang budak, untuk bekerja. 

Perjalanan Salman ini adalah pengorbanan besar, ia tinggalkan kemewahan Persia, berhijrah dan berkorban dengan sapi dan kambingnya, bertahan sebagai seorang budak untuk mendapatkan kebenaran, bertemu dengan Rasulullah saw. Peristiwa ini sungguh memberikan pelajaran berharga bagi siapapun yang mau mengambil ibrah. Firman Allah: 

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik."  QS. Al Ankabut
 
4. Meyakini jalan ini (Islam) sepenuhnya.

Sebagaimana Sa'ad bin Abi Waqosh pula mencontohkan kepada kita.
Ketika Sa'ad bin Abi Waqosh di ketahui oleh Ibunya telah memeluk Islam, maka sang Ibu bernadzar akan mogok makan sampai Sa'ad kembali ke agama nenek moyangnya (entah nenek moyang yang mana :p) untuk kembali menyembah berhala.

Namun Sa'ad tidak pernah kembali berpaling dari Islam malah berkata kepada Ibunya "Wahai Ibu ku, seandainya Ibu memiliki 100 nyawa, dan satu per satu nyawa itu lepas, maka sesungguhnya aku tidak akan melepaskan ajaran Muhammad".

Di dalam Al Qur'an Surat Al Mumtahanah ayat 4, Allah berfirman:

"...Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja..."

Mush'ab bin Umair juga pernah memberikan contoh tajarrud kepada kita, saat itu selesai perang Badar, Mush'ab melihat saudara laki - lakinya tertangkap dan sedang di ikat oleh seorang pasukan muslim, lalu Mush'ab berkata kepada muslim tersebut: "Wahai saudara ku, ikatlah ia erat - erat, sesungguhnya ia memiliki Ibu yang kaya raya" (padahal itu kan Ibunya Mush'ab juga^^), kemudian Saudara kandung Mush'ab berkata kepadanya sambil memelas "Wahai Mush'ab, bukankah engkau saudara ku???", dengan lantang Mush'ab menjawab "tidak, dialah saudara ku" sambil menunjuk saudara Muslim yang mengikat lengan kakaknya.

Demikianlah urgensi Tajarrud, jika kita hendak menegakkan Islam di bumi kita, maka Islam harus tegak terlebih dahulu di hati (diri) kita.

-Medan Selayang, 21 November 2013-

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...